Setiap akhir pemerintahan, publik, terutama kalangan akademisi, akan memberi penilaian warisan apa dari pemerintah yang segera berakhir untuk pemerintahan selanjutnya. Demikian juga pemerintahan Jokowi yang akan berakhir sebentar lagi, beberapa bulan ke depan, sebelum akhir Oktober 2024.
Di bidang politik, pemerintahan Presiden Jokowi mewariskan wacana blusukan, kerja-kerja dan upaya sentralisasi kekuasaan. Upaya Penerapan UU Omnibus Law. Beberapa klaster UU dalam UU Cipta Kerja, seperti Minerba (Pasal 5 UU No.3/2020), Lingkungan Hidup (Pasal 63 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 82 ayat (1) dan ayat (2)), Tata Ruang (Pasal 15, dan Pasal 34A) dan Ketenagakerjaan (Pasal 88) yang semula diberikan porsi kewenangan pemerintah daerah, ditarik kembali menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Warisan Jokowi yang juga fenomenal adalah proyek penggusuran Kota Proklamasi Kemerdekaan, Jakarta, yang sejak kemerdekaan ditetapkan para pendiri bangsa sebagai Ibu kota, dipindah ke Penajam Paser Utara, Kaltim, yang memiliki tanah bergambut.
Sementara itu, warisan yang paling istimewa dari Pemerintahan Jokowi ada di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) di bawah komando Nadiem Makarim. Karena di bidang pendidikan inilah mungkin satu-satunya yang berani tampil beda dengan branding kebijakan yang disebut "Merdeka Belajar". Kebijakan ini banyak perbedaan dengan kebijakan pendidikan dibanding menteri sebelumnya dalam banyak aspek.
Kebijakan Merdeka Belajar era Kemendikbudristek Nadiem Makarim membawa arah baru "kemerdekaan" di dunia pendidikan.
Merdeka Belajar menandai pergeseran paradigma tentang kurikulum yang sebelumnya bersifat official curriculum menjadi lebih terbuka untuk pengayaan materi pembelajaran dari sekolah dan guru masing-masing . Di level perguruan tinggi, mahasiswa memiliki kesempatan mengambil kegiatan pembelajaran di luar program studinya, bahkan di luar kampusnya jika di program studinya tidak menyediakan kegiatan pembelajaran yang lebih menarik dan menghasilkan kemampuan yang kompetitif, sesuai dengan tantangan dan kebutuhan dunia kerja.
Disediakan banyak ruang kurikulum adaptif yang dapat memfasilitasi mahasiswa untuk mendapatkan Merdeka Belajar sebagai haknya, disamping kurikulum dalam bentuk dokumen fixed bagi mahasiswa yang hanya membutuhkan perkuliahan di dalam program studinya.
Secara umum perbedaan dasar Kurikulum Merdeka dengan Kurikulum 2013, penerapan Kurikulum Merdeka ini bersifat opsional, sehingga setiap sekolah mempunyai pilihan untuk menerapkan kurikulum ini atau tidak.
Jika Kurikulum 2013 dirancang berdasarkan tujuan Sistem Pendidikan Nasional dan Standar Nasional Pendidikan, sedangkan Kurikulum Merdeka menambahkan pengembangan Profil Pelajar Pancasila.
Dalam hal jam pelajaran (JP) pada Kurikulum 2013 diatur per pekan, sedangkan Kurikulum Merdeka menerapkan JP per tahun. Kemudian alokasi waktu pembelajaran pada Kurikulum Merdeka lebih fleksibel daripada Kurikulum 2013 yang melakukan pembelajaran rutin per pekan, dengan mengutamakan kegiatan di kelas.
Dalam aspek penilaian, Kurikulum 2013 memiliki empat aspek penilaian, yaitu pengetahuan, keterampilan, aspek sikap, dan perilaku, sedangkan Kurikulum Merdeka lebih mengutamakan projek penguatan Profil Pelajar Pancasila, kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler.
Adanya Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter pada program Merdeka Belajar diharapkan dapat mengarahkan seseorang pada kebaikan dan kesuksesan.
Membangun karakter sama pentingnya dengan menguasai keterampilan literasi dan berhitung. Memiliki akhlak yang baik, seperti empati, toleransi, kasih sayang, kedermawanan yang dipadukan dengan kemampuan akademik akan menciptakan pemimpin masa depan cakap dan mumpuni. Ketika siswa belajar bagaimana bekerja sama dengan orang lain, bagaimana menghormati perbedaan, bagaimana bersikap adil, bagaimana mengendalikan amarah mereka, mencegah perundungan.
Rangkaian metode baru itu lebih memungkinkan atmosfir sekolah/lembaga pendidikan menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk belajar dan berinteraksi satu sama lain. Dalam sistem pendidikan Jepang, misalnya, salah satu tujuan pendidikan mereka adalah untuk mengajarkan budi pekerti, sebelum pengetahuan. Anak-anak akan fokus pada pengembangan tata krama, tidak akan ada ujian sampai kelas empat.
Barangkali itu bisa menjadi salah satu alasan mengapa orang Jepang membawa kemajuan bangsanya dengan tetap berpegang pada tradisi yang menjunjung fairness dan sportivitas.
Dihilangkannya Ujian Nasional (UN) membuat program Merdeka Belajar bisa menghapuskan "horor" yang menakutkan dari dunia pendidikan yang sebelumnya "meneror" mental anak didik dan wali murid menjelang kelulusan.
Merdeka Belajar sangat senafas dengan semangat reformasi demokrasi 1998 yang telah menghasilkan struktur yang demokratis di Indonesia. Sistem demokrasi pascareformasi 98 juga harus diikuti demokratisasi dalam pendidikan yang itu bisa didapatkan dalam Kurikulum Merdeka.
Karena itu, pendidikan perlu diarahkan ke penghargaan kebebasan siswa sebagai individu dengan kecenderungan alami mereka. Tentu saja kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan dalam berinovasi proses belajar mengajar mendorong kreativitas positif, bukan anarki. Semua murid harus dipandang secara egaliter dalam hal perkembangan.
Pendekatan holistis dalam menyediakan infrastruktur pendidikan yang inklusif, dengan menekankan pada individu dalam mengambil tanggung jawab atas pengembangan diri mereka menjadi urgen.
Dengan Kurikulum Merdeka, para murid diharapkan mendapat pendidikan yang tidak lagi memproduksi murid yang hanya meniru apa yang dijelaskan guru, atau hanya menulis ulang dalam buku, tetapi juga dapat mengembangkan kreativitas mereka.
Di atas kertas, tujuan pendidikan Kurikulum Merdeka cukup bagus, namun seperti banyak terjadi pada banyak penerapan bagus di perencanaan terdapat penyimpangan di lapangan.
Karena itu perlu dipantau terus-menerus agar Kurikulum Merdeka benar-benar berdampak positif di lapangan, di antaranya, persoalan ketimpangan guru-murid agar dapat mengikuti standar internasional, yaitu 20 murid per guru.
Kemudian, salah satu komponen utama Kurikulum Merdeka ialah kepemimpinan sekolah. Jika meninjau landasan akademik Kurikulum Merdeka, para arsiteknya meyakini bahwa kepemimpinan sekolah merupakan faktor terpenting dalam transformasi sekolah. Reformasi seleksi dan pelatihan calon kepala sekolah melalui program Guru Penggerak perlu terus ditinjau.
Sebelum kurikulum ini, kriteria utama menjadi kepala sekolah ialah senioritas. Usia, pengalaman, dan pangkat sangat berpengaruh dalam pemilihan calon dan pengangkatan mereka sebagai kepala sekolah.
Dengan kebijakan Guru Penggerak, pemilihan calon kepala sekolah, terutama didasarkan pada minat guru terhadap pembelajaran siswa dan potensi mereka untuk menjadi agen perubahan. Kurikulum Guru Penggerak berfokus pada kepemimpinan instruksional.
Tujuannya menumbuhkan komitmen belajar siswa dan pola pikir yang memandang segala hambatan dalam peningkatan pembelajaran sebagai masalah yang harus dipecahkan. Kurikulum pelatihan juga berupaya mengembangkan kreativitas guru dalam memecahkan masalah pembelajaran.
Dalam hal ini, ada optimisme yang muncul dari Kurikulum Merdeka. Hal yang cukup membedakan juga dengan kurikulum sebelumnya, penerapan Kurikulum Merdeka dilakukan tidak terburu-buru, tetapi dengan tahapan yang agaknya terukur.
Di akhir pemerintah Jokowi, Merdeka Belajar perlu di evaluasi menyeluruh, salah satu cara praktis untuk melakukan evaluasi menggunakan pendekatan Kirkpatrick adalah mengukur perubahan setelah menerapkan Kurikulum Merdeka Belajar dibanding kurikulum sebelumnya. Sebagai contoh, pada Kurikulum 2013, sebelum Kurikulum Merdeka Belajar, pelajar SMK program studi keahlian Teknik Komputer dan Informatika pada kelas XI semester 1, 2 sudah menguasai pelajaran Sistem Operasi Jaringan untuk paket keahlian Teknik Komputer dan Jaringan.
Jika setelah diterapkan Kurikulum Merdeka Belajar kemampuan anak didik tidak berkurang keterampilan dan ilmu pengetahuannya justru meningkat, Program Merdeka Belajar harus terus dilanjutkan, walaupun berganti Presiden atau pemerintahan agar ada kesinambungan, tidak gampang bongkar pasang sistem pendidikan agar tidak terkesan lembaga pendidikan hanya menjadi ajang "kelinci percobaan".
Hanya saja, tentu tetap perlu ada perbaikan untuk penyempurnaan, seperti bagaimana membuat standar nilai kualitas kelulusan yang sama.
Seperti dulu zaman Orba, nilai dan mata pelajaran ijazah lulusan sekolah, seperti Matematika atau Bahasa Inggris, memiliki kualitas grade yang relatif sama antara sekolah di Jawa dan luar Jawa, sehingga bisa dijadikan rujukan minimal kemampuan akademis dalam penerimaan di lembaga pendidikan yang lebih tinggi maupun rekrutmen dunia kerja dan mutasi lintas daerah antar sekolah atau perguruan tinggi.
*) M. Aminudin adalah peneliti senior pada Institute for Strategic and Development Studies (ISDS), Staf Ahli Pusat Pengkajian MPR RI tahun 2005, Staf Ahli DPR RI 2008, dan Tim Ahli DPD RI 2013
Copyright © ANTARA 2024